Ada banyak cara untuk menghormati dan melestrasikan warisan nenek moyang. Salah satunya ialah masyarakat etnis Tionghoa di Kabupaten Rokan hilier, Provinsi Riau, yang konsisten melestarikan tradisi Ritual Bakar Tongkang.
Ritual Bakar Tongkang, atau yang dalam bahasa Hokkien disebut Go Gek Cap Lak, merupakan ritual tahunan masyarakat etnis Tionghoa di Bagansiapiapi yang sudah berlangsung sejak 134 tahun silam.
Seperti namanya, rangkaian dalam ritual ini berupa kegiatan membakar kapal yang disebut tongkang.
Sejarah upacara ini bermula pada tahun 1820. Ketika itu sekelompok etnis Tionghoa Hokkian dari Provinsi Fujian, China, merantau dan menyeberangi lautan dengan kapal kayu sederhana, dengan tujuan mencari kehidupan yang lebih baik.
Dalam pelayaran panjang yang dipenuhi dengan rasa bimbang dan kekhawatiran kehilangan arah, para penumpang kapal berdoa kepada Dewa Kie Ong Ya agar selamat sampai daratan.
Di suatu malam yang diselimuti kegelapan dan keheningan, samar-samar mereka melihat cahaya dari kejauhan.
Cahaya tersebut seakan memanggil dan menuntun mereka sampai ke daratan, yang ternyata merupakan pesisir Bagansiapiapi.
Sesampainya di daratan, mereka membakar kapal yang ditumpangi sebagai simbol melupakan suka dan duka.
Pembakaran tersebut juga menjadi simbol bahwa mereka akan membangun kehidupan baru di kota yang mendapat sebutan Hong Kong van Andalas ini.
Ritual Bakar Tongkang sempat dilarang penyelenggaraannya di Indonesia. Namun sejak era kepemimpinan Presiden Gus Dur larangannya dicabut dan upacara ini resmi digelar setiap tahunnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau Fahmizal Usman yang hadir dalam penyelenggaraan Ritual Bakar Tongkang 2018 pada Jumat (29/6) mengatakan bahwa upacara tersebut juga sekaligus mengenalkan seni budaya yang ada di Bagansiapiapi.
Karena dalam rangkaian acara yang digelar mulai dari 28-30 Juni 2018, ada beragam acara yang disajikan, mulai dari Ritual Bakar Tongkang sampai panggung hiburan.
Ritual Bakar Tongkang diawali dengan sembahyang di Kelenteng Ing Hok Kiong, yang merupakan kelenteng tertua di kawasan Pekong Besar, pada Kamis (28/6).
Lalu dilanjutkan dengan arak-arakan ke tempat pembakaran hingga berlanjut ke prosesi pembakaran pada Jumat (29/6).
"Prosesi pembakaran tongkang biasanya diawali dengan menetapkan posisi haluan tongkang sesuai petunjuk Dewa Kie Ong Ya atau Dewa laut," kata Fahmizal.
"Setelah mengetahui posisinya, tongkang akan diletakkan pada posisi pembakaran dan kertas sembahyang ditimbun dekat lambung kapal yang siap untuk dibakar," lanjutnya.
Selama ritual digelar juga upacara pemanggilan roh dengan medium orang-orang dari kelenteng.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengaku akan mempromosikan event ini secara maksimal dengan memasukkannya ke Calender of Events Pariwisata 2018.
Menurutnya Ritual Bakar Tongkang sangat berkualitas dan mampu menjadi magnet kedatangan wisatawan mancanegara, terutama dari Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan dan China.