Tuesday, August 28, 2018

Ternate dan Benteng-bentengnya

 BandarQ Domino 99 Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya

SATUQQ - Ada hal menarik kalau kamu berkunjung ke Ternate. Ada banyak benteng bersejarah di sana, yang asyik juga buat foto-foto.

Berada di kota Ternate seperti membaca kitab sejarah langka yang hampir-hampir tak terbaca jejaknya sebab tertutup pembangunan kota modern. Jadi, untuk 'membaca' Ternate, kita harus berkeliling dari benteng ke benteng peninggalan Portugis dan Belanda, yang kadang kala benteng ini hanya tinggal jejak artefak onggokan batu-batu tanpa pemeliharaan.

Beberapa artefak bekas benteng bahkan bersisian dengan rumah tinggal (baca: pekarangan rumah atau pagar seng) warga tanpa upaya pelestarian. Kemudian mengunjungi Kadaton Kesultanan Ternate, dan menapaki Masjid Besar atau Sigi Lamo yang masih memiliki bangunan aslinya.

Yang paling saya suka dari jalan-jalan ke tempat berbeda adalah berburu ikon-ikon penanda kotanya, sejarah yang melatarbelakangi berdirinya sebuah kota, dan adat istiadat setempat. Kali ini perjalanan saya menuju Ternate. Dari Bandara Soekarno Hatta menuju bandara Sultan Babullah Ternate memakan waktu hampir 4 jam. Saya sarankan untuk memilih tiket pesawat tanpa transit, agar waktu perjalanan tidak semakin lama. Melalui aplikasi @pegi_pegi kita bisa melihat dan membandingkan harga tiket, ragam maskai penerbangan, serta jadwal penerbangan  yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan termasuk di dalamnya keterangan penerbangan tersebut transit atau langsung.

Ternate sejak dahulu telah terkenal karena cengkeh dan pala. Kota yang penuh dengan catatan-catatan sejarah yang saat ini menjadi daya tarik pariwisata. Sejak dahulu Maluku merupakan kawasan yang menjadi penghubung antara kawasan Pasifik dan Asia Tenggara. Ternate merupakan kerajaan terbesar dan terluas daerah kekuasaannya di Timur Indonesia. Mulai dai Sula, Ambalau, Buru, Manipa, Buano, Seram, Seram Laut, Nusa Laut, Saparua, Pulau Haruku, dan Pulau Ambon berada di bawah kekuasaan Kesultanan Ternate. Termasuk Mindanao, Bima, Makassar hingga Banda. Kekuasaan ini tumpur seiring masuknya penjajahan barat.

Kini Ternate merupakan wilayah berstatus kota. Proses panjang kontak budaya, asimilasi dan akulturasi berabad-abad lamanya dengan peradaban besar, seperti Cina, India-Gujarat, Islam dan Barat menjadikan wajah Ternate hari ini. Termasuk didalamnya arsitektur, busana, teknologi, seni, sastra, musik, tata upacara, tata krama dan budi bahasa.

Kota Ternate terbilang panas menyengat di siang hari dan cenderung dingin di malam hari, dikarenakan letak geografis kotanya yang dikelilingi pulau. Meskipun demikian saya bersemangat berwisata sejarah dari benteng ke benteng yang memiliki jarak tempuh tidak berjauhan dari satu benteng ke benteng lain. Harga tiket masuk rata-rata hampir sama, tidak lebih dari Rp.10.000,- bahkan ada yang tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis. Jam buka pun rata-rata sama, termasuk Kadaton Kesultanan Ternate, yaitu mulai pukul 9 pagi dan tutup jam 5 sore.

Benteng Tolluco

Benteng Tolluco atau Fort Tolluco merupakan benteng yang dibangun oleh Gubernur Jendral Belanda, Pieter Both tahun 1610. Terletak di sebuah bukit yang mengarah ke laut dan dibuat dari bahan batu kapur. Hanya sayang, pemugaran telah mengakibatkan hilangnya nilai otentik sebuah benda cagar budaya.

Benteng Kalamata

Kalamata atau Kalumata diambil dari nama seorang pangeran Ternate yang wafat di Makassar tahun 1676. Bentuk keseluruhan benteng ini jika dilihat dari atas (ketinggian) akan menimbulkan berbagai tafsir, mengapa? Warga setempat dan penjaga benteng mengatakan bahwa bentuknya mirip dengan kelamin perempuan. Entahlah, saya tidak sempat membuktikan tafsir ini karena tidak ada fasilitas untuk membawa saya terbang, ataupun setidaknya drone untuk mengambil gambar secara luas dan lebar dari atas.

Fort Oranje

Benteng ini dibangun pada tahun 1607 oleh Kornelis Matelief de Jonge. Menurut sejarahnya mengalami perubahan nama dan bentuk oleh Frans Wittert. Didirikan dikawasan pemukiman untuk menghadang penyerbuan dari laut. Lagi-lagi, tidak banyak artefak yang tertinggal di Benteng Fort Oranje, namun setidaknya kini dalam pemeliharaan dinas pemerintahan terkait.


Benteng Nuestra Senora del Rosario

Mengunjungi benteng ini, hati saya merasa sedih sekaligus miris. Seolah melihat sejarah Indonesia, sejarah Ternate yang ditelantarkan. Hanya puing-puing dan sisa-sisa reruntuhan benteng Nuestra senora del Rosario tanpa perawatan memadai. Di sisi utara terdapat monumen yang tertera tanggal 28 Februari 1570, serta relief dibunuhnya Sultan Khairun.

Sigi Lamo (Masjid Besar)

Terletak sekitar 100 meter di sebelah selatan Kedaton, Sigi Lamo berarti Masjid Besar atau Masjid Agung, merupakan masjid kesultanan yang menjadi pusat ibadah sekaligus pusat kebudayaan Islam Ternate. Masjid ini didirikan tahun 1628 pada masa Sultan Hamzah. Masjid ini meskipun mempertahankan bangunan aslinya, terdapat penambahan bangunan di sisi kiri dan kanan.

Kadaton Kesultanan Ternate

Kadato atau keraton Kesultanan Ternate, berdiri diketinggian bukit bernama Santosa kelurahan Soasio. Dari balkon, kita bisa melihat pemandangan kota. Kadato dibangun pada masa Kesultanan Muhammad Ali. Pada masa kini, Kadato merupakan tempat tinggal Sultan dan keluarga serta menjadi museum berbagai maklumat, surat-surat perjanjian, naskah dan dokumen korespondensi para sultan di masa lalu. Yang paling menarik bagi saya adalah, Al Quran tulisan tangan yang ditulis oleh ulama Alfakih Alshalih Afifuddin pada 7 Dzulkaidah 1005 Hijriyah atau 1630.

BandarQ Domino 99 Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya