Tuesday, November 27, 2018

Sigeong, Curug di Bawah Jembatan yang Sering Terabaikan

Bandar Q Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya

Di kawasan wisata Guci, Tegal, ada sebuah curug tersembunyi. Letaknya di bawah jembatan.

Pagi yang cerah di hari Kamis. Entah kenapa saya selalu memilih hari Kamis untuk menjelajahi pesona alam yang ada di daerah tempat tinggal saya. Seperti perjalanan saya bersama sahabat menuju lokasi curug yang konon tersembunyi di bawah jembatan. Ada curug di bawah jembatan? Ya, rasa penasaran kalian sama kok dengan saya.

Kabupaten Tegal memiliki banyak wisata alam yang indah dan menakjubkan. Sebagian besar adalah curug atau air terjun. Tersebar di Kecamatan Bumijawa tepatnya. Tapi, ada satu kawasan wisata yang luas dan terkenal, wisata Pemandian Air Panas Guci namanya, kalian pasti tahu kan?

Setiap orang-orang menyebut Tegal, mereka pasti langsung tertuju pada wisata Guci. Saya pun meng-iyakan pernyataan itu. Baru empat tahun saya resmi menjadi penduduk Kabupaten Tegal. Bertemu seorang sahabat yang memiliki hobi traveling, kami sudah menjelajahi hampir semua wisata alam yang ada di Kabupaten Tegal.

Mulai dari bukit spot foto, sungai, dan curug. Tapi, saya baru pertama kali mendengar kabar dari senior di kampus bahwa ada curug yang berada di bawah jembatan. Curug Sigeong namanya. Dan yang lebih membuat saya penasaran adalah curug ini berada dalam kawasan Wisata Guci. Notabene-nya, di mana Guci terkenal dengan Pancuran 13, di lain sisi terdapat curug yang jarang diketahui. Itu faktanya, setelah berbincang bersama ibu penjual di warung yang berada dekat jembatan menuju curug.

Pertengahan November 2018, mengingat cuaca di sini sedang tidak begitu bersahabat jika sudah memasuki waktu sore. Saya bersama sahabat, Tika namanya, memutuskan untuk berangkat lebih pagi dari biasanya. Jam delapan pagi, saya sudah menjemputnya menggunakan sepeda motor. Tunggu, sepeda motor? Ya, kami berdua memang selalu menggunakan kendaraan pribadi sepeda motor untuk berjelajah.

Traveler tidak perlu khawatir. Jika berasal dari luar Tegal, ada angkutan umum berupa minibus dan angkot untuk menuju Guci. Biasanya, untuk rombongan lebih memilih menyewa angkot atau mobil bak yang langsung menuju area Guci, biayanya mulai Rp 200 ribu. Tapi, untuk menjelajahi curug lain diluar area Guci, traveler bisa menggunakan minibus atau juga menyewa mobil/motor. Lebih disarankan untuk berkenalan dengan penduduk lokal dulu supaya tidak kebingungan, saya pribadi bisa kok jadi pemandu wisata kalian, hehehe.

Jarak dari rumah kami menuju Guci, bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam menggunakan sepeda motor. Dan tentunya, selalu saya yang nyetir. Tika bertugas sebagai pengabadi momen. Berbagai suka duka menjadi orang yang menyetir motor adalah harus mengendarai medan yang naik-turun dengan lihai dan terkendali, dan banyaknya angin yang menerpa.

Seringkali saya mengalami gejala masuk angin dadakan dan kondisi telinga yang agak budeg. Itu cukup membuat saya frustasi pastinya. Tapi itu tidak menghalangi apapun. Karena saya termasuk orang selalu yang membawa keperluan penting selama perjalanan untuk mengatasi masuk angin yang bisa datang kapan saja.

Satu jam berlalu, akhirnya kami berdua sampai di pintu gerbang area Guci. Jarak ini bisa ditempuh kendaraan beroda empat lebih cepat, kurang lebih 45 menit. Saya pun tidak mau tersesat, oleh karenanya setelah membayar tiket masuk saya bertanya kepada petugas tiket di mana letak Curug Sigeong.

Setelah mendapat penjelasan, kami langsung melanjutkan perjalanan. Wah, sangat mencengangkan, ternyata jarak dari pintu gerbang menuju jembatan yang dimaksud tidak begitu jauh. Kira-kira 3 menit. Sesampainya di sana, saya langsung bertanya pada ibu warung jajan yang sebelumnya saya ketahui dari penjelasan petugas tiket, di mana ibu warung nantinya akan memberi arahan menuju ke Curug Sigeong.

Motor kami parkirkan di samping warung ibu tadi. Selanjutnya kami berjalan kaki. Melewati jembatan tentunya. Dan ternyata sebenarnya Curug Sigeong sudah menampakan diri ke dunia, terbukti dari papan nama yang tertancap di ujung jembatan. Papan nama berisi petunjuk jalur menuju curug.

Tapi mungkin karena letaknya di bawah jembatan, orang-orang tidak terlalu memperhatikan. Sungguh miris rasanya. Terus berjalan, menyusuri jalan setapak. Dan kami benar-benar melewati bawah jembatan. Tidak perlu lama, kurang lebih sepuluh menit berjalan akhirnya kami tiba di lokasi.

Dengan tinggi kurang lebih 6 meter. Curug sigeong memang terbilang mungil untuk jajaran curug lainnya yang tersebar di daerah Bumijawa. Berdiri di bawah air terjunnya saja saya tidak berani. Alirannya memang cukup kencang. Tapi masih bisa kami atasi. Air benar-benar bening, itu membuat kami tidak ingin beranjak. Karena masih dalam satu aliran yang sama dengan pusat Guci, suhu air di Curug Sigeong terhitung normal. Tidak begitu panas, tidak begitu dingin. Hangat. Cocok sekali untuk relaksasi.

Setelah puas bermain air dan mengambil beberapa foto, kami memutuskan untuk istirahat sejenak. Duduk di atas bebatuan di pinggir aliran sungai curug. Saat istirahat itulah, baru terasa lelahnya. Selain sebotol air mineral, saya selalu membawa satu atau dua saset Tolak Angin. Tidak perlu waktu lama, satu saset Tolak Angin cair sudah masuk ke dalam perut saya. Dengan begitu, saya bisa mengatasi masuk angin dengan mudah.

Semakin diamati, Curug Sigeong dikelilingi balok-balok tebing yang rapih, seakan itu adalah buatan manusia, tapi tidak tentunya. Itu murni alam. Dan di samping kanan ada lorong gua yang berukuran mungil juga.

Sayangnya, karena kami berdua ke sini di hari biasa, hanya kami berdua di sini dan hanya ada beberapa penduduk lokal yang sedang memancing tak jauh dari curug. Itu mengurungkan niat kami untuk menjelajah lebih dalam. Sungguh, Curug Sigeong masih sangat asri. Itu membuktikan bahwa memang curug mungil ini masih tersembunyi. Dan jauh dari pengetahuan orang luar.

Sudah hampir tengah hari, kami memutuskan untuk pulang. Karena lokasi Curug Sigeong berada di bawah jembatan, akses jalannya berbanding terbalik seperti pada curug lainnya. Di mana biasanya kita akan melewati jalan setapak menanjak untuk menuju curug dan menurun ketika kembali.

Curug Sigeong menyuguhkan kebalikannya, kami berdua harus melewati jalan setapak menurun untuk menuju curug dan jalan setapak menanjak untuk keluar dari area curug. Tapi tenang, tidak begitu melelahkan kok. Percaya deh.

Kami sudah berada di warung ibu. Ditemani dengan tempe mendoan, kami berbincang dengan ibu warung tentang Curug Sigeong yang memang belum diketahui luas oleh para wisatawan. Dan kami beruntung menjadi salah satu pengunjung yang masih merasakan suasana sejuk dan asri curug.

Beberapa menit berlalu, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Saya menyempatkan diri lagi untuk meminum satu saset Tolak Angin yang tersisa. Lagi-lagi untuk mengatasi masuk angin yang bisa menyerang saya kapan pun. Itulah resiko yang harus diatasi seorang pengendara motor, dan perjalanan pulang kami dengan jalur naik turun cantik pun dimulai.

BandarQ Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya

Bandar Q Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya