SATUQQ - Berkelopak delapan, dengan warna cokelat terang berpadu cokelat gelap. Inilah kue kembang waru, kue jadul yang masih dibuat di Kotagede, Yogyakarta.
Kembang waru ini bukan bunga yang seperti kita bayangkan, namun kembang waru ini adalah kue khas dari Kotagede Yogyakarta. Bentuknya mirip bunga pohon waru yang banyak ditanam di pinggir jalan.
Tepatnya di Kampung Bumen terdapat sentra kue kembang waru, yang hingga sekarang masih mudah untuk dijumpai. Salah satunya rumah produksi milik Basiran Hargito yang berusia 73 tahun. Terletak di Bumen KG III/452 RT.23 RW.06 Kotagede, Yogyakarta rumah produksi ini sudah membuat kue kembang waru sejak tahun 1983. Basiran dibantu istrinya menjalankan usaha ini.
Resep turun temurun dari nenek moyang serta kecintaannya kepada budaya menjadi modal awalnya menekuni usaha ini.
Seperti namanya, kue kembang waru memang diadaptasi dari bunga pohon waru. Mengenai asal usul kue ini ia mengisahkan pada zaman dulu ada salah satu kerabat keraton yang gemar menyantap kue. Kemudian seorang juru masak, membuat roti berbentuk kembang waru. Di Pasar Kotagede ada beberapa pedagang makanan dan jajan pasar yang menjual kue kembang waru tersebut.
"Di sekeliling pasar itu banyak pohon waru. Pohon waru itu pohonnya besar tapi sepanjang jaman tidak akan berbuah cuma berbunga saja dan pohon waru itu tidak bisa digunakan untuk bangunan atau meubel. Maka dari itu terciptalah roti kembang waru," tuturnya.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan kue kembang waru ini, hanya terigu, telur, gula, susu, vanili, dan mentega. Bentuknya pun tidak banyak yang berubah dari kembang waru, hanya saja bahan pembuatannya terkadang diganti. Seperti yang awalnya telur ayam kampung diganti telur ayam biasa. Tepung terigu menggantikan tepung ketan. Namun untuk proses pembuatannya sendiri Basiran masih menggunakan alat tradisional hingga sekarang.
Setelah mencampur seluruh bahan, adonan kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk bunga yang sudah dioles mentega. Setelah itu adonan dipanggang di oven kuno. Uniknya, pan atau oven ini masih menggunakan arang sebagai bahan bakarnya. Arang tersebut ditempatkan di atas dan di bawah pan.
"Pan itu saya buat sendiri, kalau beli tidak ada," ungkapnya.
Membuat kue kembang waru ini tidak semulus yang dibayangkan. Ada kalanya sepi pembeli, namun Pak Basiran tetap mempertahankan kualitas rasa dengan menggunakan alat masak tradisional yakni pan dan tidak ingin berpindah ke kompor gas.
"Kalau orang biasanya mengejar target, kalau saya mengejar konsumen. Konsumen pasti akan menandai. Pasti mereka memilih yang berkualitas. Kalau saya memiliki 4 pedoman, yakni kualitas terjaga, harga terjangkau, pelayanan baik, dan tepat waktu," ujarnya.
Dalam sehari rumah produksinya bisa memproduksi 400-500 kue kembang waru per harinya. Pelanggan biasanya datang langsung ke rumahnya yang bertempat 200 meter ke timur dari pasar Godean.
Jika Anda penasaran dengan rasanya, bisa datang ke arah pasar Godean. Kemudian belok kanan kira-kira 200 meter, kemudian ada petunjuk arah kampung Bumen. Masuk saja ke kampung tersebut, maka Anda akan disambut oleh beberapa rumah produksi kue kembang waru.
Basir biasa memasarkan ke Bantul, Sleman, Wonosari, dan Godean. Kue kembang waru ini bisa bertahan selama 5 hari. Untuk harganya bisa dikatakan murah, hanya dengan Rp 1.800 per bijinya.
BandarQ Domino 99 Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya