Tuesday, November 6, 2018

Kisah Penyelamatan Penyu dari Pantai Saba di Bali


Usaha konservasi penyu bisa traveler temui di kawasan Pantai Saba, Bali. Di sini, traveler bisa belajar melestarikan penyu yang makin terancam kepunahan.

Kelompok Konservasi Saba Asri menjadi garda terdepan dalam pelestarian penyu di Pantai Saba, Gianyar, Bali. Penyu yang ditangkar di sini, jika sudah cukup umur akan segera dilepasliarkan agar kembali ke habitat aslinya.

Sejumlah 200 ekor tukik jenis Lekang dilepas ke laut menggunakan perantara batok kelapa. Pelepasliaran dipandu langsung oleh Ketua Kelompok Konservasi Saba Asri, I Made Kikik.

"(Harus pakai batok) karena ini (tukik) tidak boleh dipegang sebenarnya, karena ini sifatnya sensitif. Kadang-kadang kalau pengunjung yang datang kan tangannya kadang-kadang diisi body lotion, sunblock, itu yang juga menyebabkan nanti dia (tukik) kena penyakit," ujar pria yang akrab disapa Kikik ini.

Tukik yang dilepas sudah berusia tiga bulan. Menurut Kikik, tiga bulan adalah usia ideal untuk melepas tukik karena mereka sudah bisa makan, benerang, dan diyakini akan bisa mencari makanannya sendiri di laut.

"Paling ideal tiga bulan, sudah bisa berenang, sudah bisa menghindar dari predator, sudah bisa cari makan, itu yang paling utama," sambung Kikik.

Kikik mengelola Konservasi Saba Lestari bersama tiga orang rekannya. Keempatnya berprofesi utama sebagai nelayan dan belajar merawat penyu secara autodidak.

"Telur itu kita tetaskan 45 hari bagusnya, berkat kita pindahkan dari alam liar, kita bawa ke sini. Karena telur dirawat, 80 persen berhasil menetas. Kalau di liar, kena air dan hujan paling banyak 15 sampai 20 ekor karena tidak ada yang menjaga," jelasnya.

"Bagi yang mau jadi relawan atau ikut mencari telur untuk tahun 2019, silakan berkunjung ke Konservasi Saba Asri, gratis kalau mau belajar tentang penyu di sini," imbuhnya.

Kikik dan ketiga rekannya menghadapi beragam kendala selama merawat penyu di Pantai Saba, mulai dari kurangnya biaya untuk pakan hingga operasional peralatan kolam penangkaran. Mereka awalnya hanya mengandalkan sumbangan dari para pengunjung untuk menjalankan kegiatan konservasinya.

"(Kontribusi untuk melepas satu tukik) Rp 50 ribu kebanyakan, nggak ada harga resmi. Kadang-kadang kalau pengunjung itu tidak melepas, mau donasi silakan, kalau ndak juga ndak apa-apa. Kami tidak memaksa," ujar Kikik.

Meskipun banyak kendala, Kikik mengaku hidupnya berubah sejak ia berkenalan dengan dunia konservasi penyu. Ia merasa menjadi pribadi yang baru setelah mengelola konservasi ini.

"Dulu saya biasanya nunggu panen, duduk saja sambil mabuk, judi, dan lain-lain. Tapi sekarang berkat ketemu penangakaran penyu, berhenti main judi dan mabuk. Kami ambil hikmahnya saja," akunya sembari tersenyum.

Mulai tahun 2016, Saba Asri menerima bantuan operasional dari CSR PT Indonesia Power, 2 tahun setelah kelompok konservasi ini berdiri. General Manager PT Indonesia Power Wilayah Bali, Igan Subawa Putra menuturkan mereka tergerak untuk membantu upaya pelestarian penyu karena penyu adalah binatang yang sudah langka di Bali dan terancam punah. Ia menjelaskan pelepasan tukik hari ini juga sejalan dengan kegiatan IGR-4 yang tengah berlangsung di Nusa Dua, Bali.

"Latar belakangnya dulu karena banyak dikonsumsi massal sehingga sekarang sudah hampir punah. Kami mempunyai kewajiban untuk ikut serta melakukan konservasi agar penyu ini bisa kembali ke habitatnya, ekosistemnya di laut bisa kembali normal," jelas Igan.

"Kebetulan ada kegiatan IGR di Nusa Dua yang dikomandoi oleh Kementerian Lingkungan Hidup, ini adalah salah satu bentuk dari konservasi lingkungan yang saya kira terkait dengan konvensi itu," sambungnya.