Saturday, November 10, 2018

Nusa Penida I'm in Love


Di sosial media sudah banyak beredar foto yang menunjukkan keindahan Pantai Atuh. Ternyata tidak hanya pantainya, tebing dan bukit yang berada di sekitar pantai seakan ‘bahu-membahu’ menunjukkan keindahan Pantai Atuh secara keseluruhan.

Begitu tiba, kita bisa memilih untuk terlebih dulu berkunjung ke pasir Pantai Atuh yang putih atau menjelajahi tebing yang terbentang sekitar 1 kilometer menghadap timur. Jika memilih untuk menyusuri tebing, segala penjuru yang mengarah ke laut sangat indah untuk diabadikan.

Jika menyusuri tebing dari arah utara (dari arah Pantai Atuh ke arah Rumah Kayu), kita akan berjalan di atas bukit Labuhampuak. Bukit yang terletak di sebelah kanan Pantai Atuh ini sering dijadikan sebagai spot untuk mengabadikan matahari terbit dengan foreground berupa Karang Batu Bolong dan ditambah dengan misteriusnya siluet Pulau Lombok di ujung garis horison.

Masih dari Bukit Labuhampuak, jika menoleh ke kanan akan kita temui sebuah teluk yang terletak di bawah bukit. Warga setempat menyebutnya dengan Teluk Titibahu. Teluk yang memiliki pantai berpasir putih ini makin indah dengan adanya susunan beberapa batu karang berukuran besar. Dengan tebing yang horizontal, sepertinya Teluk Titibahu tidak bisa diakses dari bukit manapun (kecuali dengan kapal).

Dengan melangkahkan kaki sedikit lebih jauh ke arah selatan, akan kita lewati tebing yang berada di atas Teluk Parangempu. Dari tebing ini saya sempat melihat 1 Pari Manta sedang berkeliling pantai mencari makan. Sungguh momen yang sangat langka karena pada kunjungan sebelumnya saya harus turun ke bawah air untuk melihatnya langsung. Itupun harus menggunakan kapal dan beradu nyali dengan gelombang laut yang tinggi.

Dalam perjalanan menuju ke selatan, akan kita lihat sebuah bangunan dari kayu yang berdiri di atas pohon. Rasa penasaran membawa saya untuk mendekati bangunan itu melewati jalan setapak. Semakin mendekat, tebing curam telah menunggu untuk dilewati. Rasa lelah menuruni anak tangga sedikit terbayar ketika saya tiba di Rajalima. Tebing yang menjorok ke arah utara menyajikan keindahan Teluk Parangempu dan Teluk Titibahu dalam 1 frame. Tebing yang sebelumnya saya lewati tampak indah sekali dari spot Rajalima ini.

Jalan untuk menuju bangunan kayu semakin dekat. Kini saya berada di atas Bukit Molenteng, ujung jalan yang mengantar saya menuju bangunan tersebut. Terlihat beberapa papan bertulisan yang memberi informasi bahwa bangunan kayu ini bernama Rumah Kayu.

Dari Bukit Molenteng kita bisa melihat indahnya lautan di sebelah tenggara Nusa Penida. Adanya Padmasari di ujung tebing membuat saya semakin kagum dengan keindahan dan kearifan lokal masyarakat Hindu di Nusa Penida. Bagaimana tidak, 2x sehari pengelolanya harus naik turun bukit (sekitar 50m) untuk ‘maturang canang’ sebagai wujud terima kasih kepada Sang Pencipta. Terima kasih Tuhan..

Oh iya, untuk menuju Pantai Atuh tidak mudah jika Anda pertama kali berkunjung kesana. Saya berkunjung ke Pantai Atuh 2x dalam 2 hari karena 2x salah arah dan tiba di bukit yang memiliki jalur trekking ‘kurang santai’.

satuqiu.net